Khotbah MTPJ GMIM 6-12 April 2025 Matius 27:1-10, Penyesalan Karena Telah Menyerahkan Darah Orang Yang Tak Bersalah

29 Maret 2025 Tim Penulis
Matius 27:1-10

Khotbah MTPJ GMIM 6-12 April 2025: Penyesalan Karena Telah Menyerahkan Darah Orang Yang Tak Bersalah

Khotbah MTPJ GMIM 6-12 April 2025 dari Matius 27:1-10 mengajak kita merenungkan penyesalan Yudas karena telah menyerahkan darah orang yang tak bersalah. Memasuki Minggu Sengsara V, kita diajak untuk mendalami kisah yang menggetarkan hati tentang pengkhianatan dan perbedaan antara penyesalan yang menghancurkan dan pertobatan yang memulihkan dalam terang kasih dan pengampunan Kristus.

Minggu Sengsara V

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Saat ini kita akan merenungkan sebuah kisah yang sesungguhnya penuh dengan emosi, ada pertentangan batin, dan ada pelajaran mendalam tentang penyesalan.

Dalam Perikop kita saat ini, kita menyaksikan bagaimana tragedi seorang murid yang mengkhianati gurunya. Yudas Iskariot, seorang yang selama tiga tahun berjalan bersama Yesus, mendengar ajaran-Nya, menyaksikan mukjizat-Nya, namun kemudian menjualnya untuk tiga puluh keping perak – harga seorang budak pada masa itu.

"Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah."

Anatomi Sebuah Penyesalan

Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan, dalam pembacaan tadi kita mengetahui bahwa ketika Yudas melihat bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, ia "menyesal." Dalam bahasa aslinya, kata yang digunakan adalah "metamelomai" – sebuah penyesalan atau perasaan bersalah, yang berbeda dengan "metanoeo" atau pertobatan sejati yang melibatkan perubahan hati dan arah hidup.

Yudas mengakui dosanya dengan kata-kata yang menyayat hati: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Pengakuan ini mengandung dua kebenaran penting:

  1. 1. Yudas mengakui perbuatannya sebagai dosa
  2. 2. Yudas menegaskan ketidakbersalahan Yesus

Saudara-saudara bahkan Yudas, si pengkhianat menjadi saksi atas kesucian dan ketidakbersalahan Kristus! Namun, penyesalan Yudas tidak membawanya kepada pertobatan, melainkan kepada keputusasaan dan akhirnya bunuh diri.

Konteks Historis dan Teologis

Untuk memahami sepenuhnya peristiwa ini, kita perlu menyelami konteks historis dan teologisnya. Peristiwa ini terjadi dalam masa pendudukan Romawi di Yudea. Pada masa itu, Sanhedrin – dewan tertinggi Yahudi yang terdiri dari imam-imam kepala dan tua-tua – memiliki kekuasaan terbatas. Mereka tidak bisa melaksanakan hukuman mati tanpa persetujuan gubernur Romawi.

Inilah sebabnya mengapa mereka perlu membawa Yesus kepada Pilatus. Mereka telah mengadili Yesus atas tuduhan penghujatan, tetapi menyadari bahwa Pilatus tidak akan menghukum mati seseorang atas dasar tuduhan agama. Maka mereka mengubah tuduhan menjadi penghasutan politik, mengklaim bahwa Yesus mengaku sebagai raja, yang merupakan tantangan langsung terhadap kekuasaan Kaisar Romawi.

"Sementara itu, uang tiga puluh keping perak yang dikembalikan Yudas menjadi masalah bagi para imam kepala. Mereka tidak bisa memasukkannya ke dalam peti persembahan karena dianggap sebagai 'uang darah.'"

Perhatikan kemunafikan mereka! Mereka sangat peduli dengan kesucian ritual namun tidak merasa bersalah sama sekali atas konspirasi mereka untuk membunuh orang yang tidak bersalah.

Mereka menggunakan uang itu untuk membeli Tanah Tukang Periuk sebagai pekuburan orang asing, yang kemudian dikenal sebagai "Tanah Darah." Tanpa mereka sadari, tindakan ini menggenapi nubuat dalam Perjanjian Lama yang mencampurkan elemen-elemen dari kitab Yeremia dan Zakharia, menegaskan bahwa semua ini terjadi dalam kedaulatan dan rencana Allah.

Penyesalan vs. Pertobatan

Perbedaan mendasar antara penyesalan Yudas dan pertobatan sejati adalah fokusnya. Penyesalan Yudas berpusat pada dirinya sendiri dan kesalahannya. Ia merasa buruk karena telah melakukan kesalahan besar, tetapi ia tidak berpaling kepada Allah untuk mencari pengampunan.

Bandingkan ini dengan Petrus, yang juga menyangkal Yesus tiga kali. Ketika Petrus menyadari kesalahannya, ia "menangis dengan sedihnya" (Matius 26:75). Tetapi air mata penyesalannya membawa dia pada pertobatan, bukan keputusasaan. Ia tidak meninggalkan imannya tetapi kemudian kembali kepada Kristus dan menerima pemulihan.

"Penyesalan Yudas seperti jangkar yang menariknya ke dalam kegelapan putus asa. Pertobatan Petrus seperti pelampung yang membawanya kembali ke permukaan, ke dalam terang pengampunan dan pemulihan Kristus."

Sikap Imam-imam Kepala

Sikap imam-imam kepala terhadap Yudas sangat menyedihkan. Ketika Yudas datang dengan penyesalan dan pengakuan, mereka menjawab dengan dingin: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!"

Betapa teganya! Mereka telah memanfaatkan Yudas untuk tujuan jahat mereka, dan ketika ia datang dengan penyesalan, mereka mencuci tangan mereka dari tanggung jawab. Mereka menolak untuk berbagi beban dosa dan melemparkan semua tanggung jawab kepada Yudas.

Respons mereka menunjukkan kelumpuhan moral yang mendalam. Mereka lebih peduli dengan formalitas agama daripada keadilan dan belas kasihan. Mereka tidak mau memasukkan "uang darah" ke dalam peti persembahan, tetapi tidak keberatan menumpahkan darah orang yang tidak bersalah.

Dari Penyesalan Menuju Pengharapan

Apa yang dapat kita pelajari dari tragedi ini untuk kehidupan kita sehari-hari Saudara-saudara?

Pertama, kita perlu memahami bahwa penyesalan saja tidak cukup. Banyak orang menyesal atas kesalahan mereka, tetapi tidak semua penyesalan membawa pada pertobatan. Penyesalan yang sejati harus membawa kita kepada kaki salib, mencari pengampunan Allah, dan mengalami pemulihan-Nya.

Kedua, kita perlu waspada terhadap kemunafikan dalam kehidupan keagamaan kita. Para imam kepala sangat peduli dengan aturan ritual tetapi mengabaikan prinsip-prinsip dasar keadilan dan belas kasihan. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk menjaga kesucian hati kita, bukan hanya penampilan luar kita.

Ketiga, kita perlu menyadari bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi. Yudas tidak dapat membatalkan pengkhianatannya. Kita tidak selalu dapat menghapus akibat dari pilihan-pilihan buruk kita. Tetapi kita selalu dapat kembali kepada Allah dan mencari pengampunan dan pemulihan-Nya.

Tanah Darah dan Salib

Ada simbolisme yang kuat dalam pembelian "Tanah Darah" dengan uang pengkhianatan. Tanah itu menjadi tempat pekuburan orang asing – mereka yang dianggap tidak memiliki tempat dalam komunitas. Ini mengingatkan kita bahwa darah Kristus ditumpahkan bukan hanya untuk mereka yang "di dalam," tetapi juga untuk mereka yang "di luar" – orang-orang asing, terbuang, dan terpinggirkan.

Salib Kristus berdiri di atas "Tanah Darah" figuratif – tempat di mana pengkhianatan manusia bertemu dengan kasih Allah yang tidak terbatas. Di tempat pertemuan inilah kita menemukan pengharapan, pengampunan, dan kehidupan baru.

"Dalam kehidupan modern kita saat ini, kita semua pernah mengalami penyesalan. Mungkin kita telah mengkhianati kepercayaan seseorang, membuat keputusan yang merusak hubungan, atau berpaling dari nilai-nilai yang kita yakini."

Mungkin kita telah "menjual" integritas kita untuk keuntungan jangka pendek, seperti Yudas menjual Yesus untuk tiga puluh keping perak.

Penyesalan bisa menjadi beban yang menghancurkan jiwa. Tetapi Tuhan kita adalah Allah yang mengubah Tanah Darah menjadi tempat pengharapan. Ia mampu mengubah penyesalan kita menjadi kesempatan untuk pertumbuhan dan pemulihan.

Hari ini, jika Anda membawa beban penyesalan, ingatlah: tidak ada yang terlalu jauh dari jangkauan kasih karunia Allah. Tidak seperti imam-imam kepala yang menolak Yudas dengan dingin, Allah kita menyambut mereka yang datang dengan hati yang hancur dan bertobat.

Tantangan Praktis

Saudara-saudari yang kekasih, izinkan saya meninggalkan beberapa tantangan praktis bagi saudara untuk direnungkan:

  1. Beranilah menghadapi penyesalan saudara. Jangan menyangkal atau menguburnya. Akuilah dengan jujur di hadapan Allah dan di hadapan orang-orang yang telah Anda sakiti.
  2. Bergeraklah dari penyesalan menuju pertobatan. Jangan berhenti pada perasaan buruk tentang kesalahan saudara. Bertobatlah – ubahlah pikiran dan hati saudara, dan berpalinglah kepada Allah.
  3. Carilah komunitas, jemaat atau orang-orang yang mendukung. Tidak seperti Yudas yang harus menghadapi penyesalannya sendirian karena ditolak oleh imam-imam kepala, carilah komunitas orang percaya yang akan mendukung saudara dalam perjalanan pertobatan dan pemulihan.
  4. Jadilah orang yang memberikan pengharapan. Mungkin ada orang di sekitar saudara yang sedang bergumul dengan penyesalan. Jangan bersikap seperti imam-imam kepala yang berkata, "Itu urusanmu sendiri!" Sebaliknya, berdirilah bersama mereka dan tunjukkan jalan menuju pengampunan dan pemulihan.
  5. Ingatlah bahwa Allah menggunakan bahkan kesalahan kita. Sama seperti Allah menggunakan pengkhianatan Yudas sebagai bagian dari rencana-Nya untuk penebusan, Allah juga dapat menggunakan kegagalan kita untuk tujuan-Nya yang lebih besar.

Saudara-saudara yang kekasih dalam Kristus

Kisah Yudas adalah kisah tragedi – seseorang yang begitu dekat dengan Keselamatan namun akhirnya hilang dalam keputusasaan. Tetapi ini tidak harus menjadi kisah kita. Melalui salib Kristus, penyesalan dapat diubah menjadi pengharapan, kegagalan dapat diubah menjadi kesempatan baru, dan bahkan Tanah Darah dapat ditransformasi menjadi tempat kebangkitan.

Mari kita bergerak melampaui penyesalan dan menuju pertobatan. Mari kita meninggalkan tiga puluh keping perak kita – apapun itu yang telah menggoda kita untuk mengkhianati nilai-nilai kita – dan kembali kepada Kristus yang kasih-Nya tidak pernah gagal dan pengampunan-Nya tidak pernah habis.

Dalam nama Kristus, yang darah-Nya ditumpahkan untuk pengampunan dosa-dosa kita. Amin.